Senin, 16 Februari 2009

musium trinil

Trinil Museum: Save The Collection Of Ancient Life Fossil Musium trinil ini suatu musium yang terletak di daerah jawa timur ada di daerah ngawi dari jalan raya solo masuk kearah utara kurang lebih 3 km,Museum Trinil terletak di Jalan Raya Solo – Surabaya, Pedukuhan Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,kabupaten ngawi, kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi, dan untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum tersebut. Kalau bertanya sama seseorang hanya dijawab, “ Pokoknya belok ke gang yang ada gapura hitamnya,”. Akhirnya setelah bertanya selama dua kali, sampailah kami di lokasi museum. musium trinil ini merupakan perpenelitian salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kurang lebih 1,5 juta tahun yang lalu. musium Trinil ini amat penting sebab di musium ini selain ditemukan data manusia purba juga menyimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya. Pintu gerbang museum yang sangat sederhana terlihat setelah masuk ke dalam 3 km dari jalan raya utama

trinil-museum-01

kemudian kami melapor ke pos penjaga untuk membayar tiket masuk. Memang luar biasa murah kalau boleh dikatakan, bayangkan untuk melihat peradaban jutaan tahun yang lalu hanya dikenakan biaya masuk duaribu rupiah rupiah per orang. Ketika masuk ke lokasi parkir,kearah kiri terlihat mainan anak2 seperti ayunan,prosotan dsb.terus didepan pintu masuk musium terdapat patung gajah yang ukuran besar dan Masuk ke dalam museum terdapati ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba

trinil-museum-12

. Diantaranya adalah : fosil tengkorak manusia purba ( Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi ),fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area),
fosil tulng rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan

trinil-museum-09

fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).

trinil-museum-12

fosil tengkorak : Australopithecus Afrinacus Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium.

trinil-museum-20

adanya sebuahtugu tempat penemuan manusia purba.

Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusak kalau tidak dipelihara oleh seorang sukarelawan.Wirodihardjo atau Wiro balung alias Sapari dari Kelurahan Kawu adalah seorang sukarelawan yang menyadari bahwa tugu itu mempunyai makna yang besar dan sangat berguna bagi penelitian selanjutnya. Wajar ia berpendapat begitu, karena ia telah menyaksikan ekspedisi atau penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan setelah penggalian yang dilakukan E.Dubois dan Salenka. Orang asing atau mahasiswa datang silih berganti untuk melakukan ekspedisi yang tentunya dengan biaya yang mahal. Oleh karena itu, sebagai putra daerah tersebut, ia merasa ikut bertanggungjawab atas kelestarian tempat itu.Kehadiran Wirodiharjo di Trinil sangat berarti, karena beliau menjadi tempat untuk bertanya para pengunjung tentang fosil di Trinil. Walaupun tempat tersebut terkenal sebagai daerah fosil, namun kenyataan waktu itu tidak satupun fosil yang ada di Trinil. Untuk itulah ia mengumpulkan setiap fosil yang ditemukan di sungai Bengawan Solo. Selain itu Pak Wiro juga mendapat laporan dari penduduk sekitar bahwa mereka menemukan fosil. Dari hari ke hari fosil yang dikumpulkan dari tiga desa ; sebelah barat Desa Kawu, sebelah utara Desa Gemarang dan sebelah timur Desa Ngancar bertambah banyak, atas tinjauan Kepala Seksi Kebudayaan Depdikbud Ngawi waktu itu ( Pak Mukiyo ) ia mendapat bantuan tiga buah almariuntuk menyimpan fosil-fosil tersebut. Sejak saat itulah Pak Wirodiharjo terkenal dengan sebutan Wiro Balung yang berarti Pak Wiro yang suka mengumpulkan balung-balung ( tulang ).Dan selanjutnya pada tahun 1980/1981 Pemerintah daerah setempat mendirikan museum untuk menampung fosil-fosil tersebut yang diresmikan oleh Bapak Gubernur Jatim “Soelarso” pada tanggal 20 Nopember 1991. Namun sayang Wiro Balung sudah tiada sejak 1 April 1990 dan keahlian beliau diteruskan oleh anaknya Mas Sujono ( 37 ) yang sekarang menjad juru kunci Museum Trinil. Selain dari diorama yang ada, Mas Sujono juga banyak memberikan keterangan tambahan kepada kami.Diantara tambahan keterangan Mas Sujono yang sangat penting adalah,”Bahwasannya Trinil merupakan daerah padang savanna pada masa lampau. Kenapa ? karena adanya manusia, banteng, gajah dan hewan-hewan yang lain yang tumbuh di satu area. Hal ini cukup menunjukkan kalau dulu daerah ini adalah savanna. Namun kemudian setelah adanya letusan Gunung Lawu yang berturut-turut hancurlah peradaban yang ada di Trinil dan sekitarnya,” kata Mas Sujono dengan mimik serius. Dengan melihat Museum Trinil suatu kearifan dapat kita tarik dari berbagai temuan para ilmuwan tentang manusia purba. Adalah suatu kenyataan bahwa dibalik keanekaragaman wujud kehidupan kita dewasa ini, sesungguhnya ada kesamaan asal-usul kita seluruhnya sebagai manusia.
anusia purba
http://tbn1.google.com
Penemuan tempat ini berawal dari ekspedisi pada 1889 yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda.
Menurut buku di Museum Trinil, Dubois yang semula melakukan penelitian di Payakumbuh, Sumatra mendengan kabar tentang penemuan tulang raksasa atau balung buto di sekitar Bengawan Solo. Ia tertarik lantas bergegas ke Bengawan Solo untuk mencari serta menggali. Dobius saat itu dibantu tahanan Belanda di Bandeng Pendem, Ngawi. Agustus 1891, temuan masih berupa fosil gajah, badak, gibon, dan kuda nil. Sebulan berikutnya, ia mulai menemukan fosil rahang atas , graham manusia purba, dan atap tengkorak.
Dobois kala itu menggolongkan temuannya ke dalam kelompok kera yang menyerupai simpanse atau Antropupithecus (anthropos: manusia, pithecus: kera). Tetapi, pada Agustus 1892, setelah menemukan tulang paha yang berumur sama dengan tengkorak dan gigi graham, Dobois mengubah penggolongan itu. Antropupithecus diganti menjadi Pithecanthropus erectus yang artinya manusia kera berjalan tegak.
Setelah menemukan fosil manusia purba Trinil, Dobois pulang ke Belanda pada 1895 dengan membawa semua temuannya.
Trinil, nama yang sudah tidak asing di telinga kita. Sejak mempelajari ilmu sejarah ketika masih di bangku sekolah kita sudah dikenalkan dengan nama trinil. Tidak hanya dikalangan bangsa ini, bahkan seluruh dunia nama Trinil sangat dikenal. Terutama diantara orang-orang yang mempunyai perhatian khusus di bidang antropologi khususnya sejarah manusia. Sebagai upaya perhatian dari bangsa ini, dibangunlah sebuah museum yang berada di dukuh Pilang, desa Kawu, kecamatan Kedunggalar. Berikutnya museum tempat koleksi fosil tersebut lebih dikenal dengan Museum Trinil. Nama Trinil, ternyata nama situsyang konon berasal dari pemberian Eugene Dubois, orang pertama yang menemukan fosil Pithecanthropus Erectus. Fosil ini, pada perkembangannya diyakini sebagai jawaban atas missing link dari rangkaian teori evolusi Darwin.Bekas ekspedisinya pun dijadikan museum . Suryono, penjaga Museum Trinil, mengatakan semua fosil manusi purba yang ada di museum adalah duplikat sebab yang asli sudah dibawa ke Belanda. Sementara fosil binatang seperti belalai gajah, tulang kepala kuda nil , dan peralatan bertani manusia purba, masih asli
Museum merupakan tempat yang sangat menarik untuk kita kunjungi, karena disana kita dapat melihat berbagai macam benda yang memiliki hubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Ratusan, ribuan, atau bahkan jutaan tahun yang lalu.Di Indonesia kita bisa melihat berbagai jenis museum yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Banyak sekali keuntungan yang bisa kita peroleh dengan berwisata ke museum, karena selain bisa menghabiskan waktu libur, kita juga bisa belajar.
Di Jawa Timur ada banyak museum yamg bisa kita pilih sebagai tujuan wisata sejarah. Misalnya museum Purbakala Trinil, museum yang berisikan fosil-fosil benda-benda purba di Trinil. Kita dapat menemukan obyek wisata ini di Kabupaten Ngawi, tepatnya di Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar, Ngawi.
Dengan berwisata kesana kita bisa melihat fosil manusia yang pernah hidup di Ngawi jutaan tahun silam. Seperti Phitecanthropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi yang berupa tengkorak, fosil tulang paha Phitecanthropus Erectus Femur Trinil. Selain fosil manusia purba, kita bisa melihat fosil hewan-hewan purba seperti Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil yaitu fosil tanduk kerbau dangading gajah purba

trinil-museum-10

denah lokasi musium trinil


Hal lain yang pastinya menjadikan ketertarikan kita untuk megunjungi museum ini dikarenakan lokasinya yng berdekatan dengan bengan solo dandisitu jg tempat memancing bagi yang berhobi mancing tapi harus membawa peralatan memancing sendiri karna tidak disediakan alatr untuk memancing

trinil-museum-19

bengawan solo